The Poem's Home

Welcome! words to express our body and minds....
Welcome to Home's Poem

Senin, 17 Mei 2010

Karena Aku Perempuan




Karena aku perempuan
Tak boleh teriak di depan umum
Karena aku permpuan
Tak boleh bertingkah seperti lelaki
Karena aku perempuan
Tak boleh tertawa terbahak- bahak


Karena aku perempuan
Mereka menggodaku!
Karena aku perempuan
Mereka meneriaki aku lacur!
Karena aku perempuan
Aku menangis meringis


Karena aku perempuan
Tak sanggup menjadikanmu kekasihku
Karena aku perempuan
Tak bisa meminangmu jadi suamiku
Karena aku perempuan
Ku hanya bisa tertunduk


Andai aku lelaki!
'Kan kujadikan kau kekasihku
'Kan ku jadikan kau istriku


Tapi aku hanya perempuan,
Yang selalu menunggu jawaban
Hatimu ke hatiku


Karena aku Perempuan
Hanya mampu tersipu malu- malu
Dibalik gemericik hujan
Menghantarku padamu.


Antara Soppeng- Makassar (16-17/05/2010)
Pukul 18:30- 00:45 WITA

Kamis, 13 Mei 2010

Rintik - rintik Rindu


Gemericik alunan gendang
Menghantarkan kita ke peraduan
Dari kejauhan ku lihat wajahmu sayu
Ingin menghampiriku,tak kau lakukan
Ketika senja mulai melirik dari sinarnya
Perlahan ku dekati engkau sambil
Membawa seutas senyum,
Kau terbangun dengan mata elangmu
menarikku perlahan- lahan ke dadamu
Jantungmu beradu kencang,
Menghalaumu dari pandanganku
Tapi engkau tetap saja menarikku ke dadamu
Akhirnya ku menyerah saja
Mengikuti maumu yang kian mengaung
Tahukah kamu rintik- rintik rindu
Mengalir dari dadamu ke dadaku
Rintik- rintik rindu bernyanyi sendu
Menghantarku ke peraduanmu.

Makassar, 21 April 2010
09:45

Rindu . . .

Rindu . . .
Sebaris lengkungan dari bibir manismu
Yang membuat jantungku berdegup kencang

Rindu . . .
Ketika tak ada engkau disini
Disana engkau mengenangku dengan kidhmat

Rindu . . .
Dalam tidurmu terselip diriku
Yang kau simpan rapi dalam mimpi

Rindu . . .
Pagi hari dengan rintik hujan
Angin bersiul merdu, menyatukan rinduku rindumu

Makassar,
02/05/10

Rindu Senja

Ada Senja dimatamu
beribu misteri tersimpan
lalu sang angin pun bernyanyi
mengisyaratkan yang telah lalu


sementara itu kulihat warna
semerah senja semerah darah
semerah dendam bertepi rindu
jua akhirnya,
rindu senja
di matamu

Hikayat Ibu


Perempuan . . .
Yang sempurna lengkungan bibirnya
Dengan rambut tergerai panjang
Dengan baju merahnya
Duduk sambil tersedu- sedu
Rindu pada gadis ciliknya
Yang hanya dapat dikenang
Dalam tidurnya
Sambil tertatih- tatih
Titik- titik menganak
Dari matanya yang sendu
Tuk katakana “putriku sayang”

Sandarkan Aku Dibahumu


29/03/10
Aku melihat selaksa dimatamu yang berpelangi
Duduk di bangku itu beraromakan cahaya lampu temerang
Seolah engkau ingin menghentikan langkahku
Yang berjalan sambil lari- lari kecil.

Aku menahan tangis di pelupuk
Membendungnya dengan sempurna
Membendung air terjun selama puluhan tahun
Aku tersadar bahwa aku dalam mimpi yang begitu panjang

Berjalan sambil berlari, menghalau masa itu
Aku baru tersadar bahwa diriku
Hidup dalam balas dendam
Yang membuncah, tak kasat mata membunuh hatiku

Setiap masa punya aromanya masing-masing
Dan kukenang dalam diamku, dalam sepiku
Dalam wangi angin yang menghambur
Menghantarkan rohku padamu

Demi masa,
Rinduku kutitip melului titisan hujan
dan rembulan sempurna pada masanya,
sandarkan aku dibahumu meski untuk terakhir kali.

Itu Kenanganku . . .

Alunan musik menggema mengusik ketenanganku,
Mengusik lamunanku . . . lamunanan
Kenangan yang berlalu
Meski merobek hati, mencabik- cabiknya hingga lebur

Jauh di dasar jiwaku, tetap saja
Ada kau merasuk, menghancurkan kenangan itu sendiri,
Rasa itu sendiri, datang tiba- tiba dan
Terus datang bak mimpi buruk yang tiba- tiba lagi
Menjadi indah, buruk, indah, buruk, indah
Dan akhir yang tak kumengerti

Apakah kalian tahu setiap melihatku?
Kalian akan mengenang peristiwa “December” itu,
Aku merasuki kehidupanmu, dan . . .
Menghantui kenanganmu, karena setiap kau mengingat,
Ada aku, meski hanya aroma tubuhku.
Meskipun mereka memisahkan kita,
Meskipun takdir membuat kita saling membenci,
Yang aku tahu kita saling memiliki . . .
Sampai jumpa di kehidupan lainnya.
~Rae~
00: 08
28/03/10

Silent Dream

Yearningly all nights all days
Under the rainy waiting a long time
Fresh breeze between, sang for a joy
When its happen, when its gone

Simple with an empty side
With silent trough the wind sing
Until day up coming
Since the lantern give
The light of depth longing

Days passing nights passing
Morpheus sent a dream
Divine inspiration, two faces
Intimate messages closed
Woke up with a pale face
To catch dream on

Seperti yang Telah Kukatakan


Seperti yang telah kukatakan
aku benci mendengar celoteh
dari bibir- bibir yang menganggap
semua yang dikatakannya adalah
petuah keramat

seperti yang kukatakan
pergi saja: tak usah kembali
membawa segudang kisah
untuk membangkit kisah
yang telah terkubur
bersama memudarnya bayangan
terbawa arus malala

seperti yang telah kukatakan
cukup aku sendiri yang
menanggung sepi
bersama secangkir cokelat panas
sambil membaca kisah usang

13/05/2007

Nyanyian Sunyi


kudengar gerutu jangkrik- jangkrik
dibalik kerumunan rerumputan
mereka bernyanyi sembunyi- sembunyi

isyaratkan hening pada malam
walaupun takut menyelimuti diri
keluar menghadapi dunia
agar belang mereka tersingkap

dalam sunyi
diam-diam beranjak dari peraduan
meneliti semua bau pesing

tercium baunya
tapi mengapa mereka berpura- pura
tak menciumnya?
padahal si hitam tepat di depan mata

10/05/2007

Sekali Lagi



Lagi . . . sekali lagi
kau mulai mencabik-cabik luka lama
aku sudah bertahan seabad penjajahan
dijajah oleh Gazaul Fikr

Akhirnya aku melukai diri ini lagi
Lagi dan lagi . . .
seperti biasa aku mampu
menyembunyikan sakitku
dalam juntaian senyuman

Lukaku meradang
berkali- kali ditikam dengan belati
berkali- kali aku mati
berkali- kali aku bangkit
dan sekali lagi aku tersungkur lemas

Akhirnya sekali lagi aku
lebih kuat, lebih sangar
melebihi harimau

Aku adalah mawar merah
yang dihujani beribu- ribu duri
pada tangkainya
sehingga tak seorang pun
'kan memetiknya
meskipun itu kau!

11:08
09/11/2007