jari jemari menari riang
riak- riak air mengalir
gemericik rapi di pipi manismu
satu, dua, atau tiga tetes
tak kau peduli
ketika itu terbendung
ketika itu kau beku
mematung laksana patung
diam,
lama,
tak ada tangis
ku lihat luka
dalam
mendiamkanmu,
membekukanmu,
mematungkanmu,
kaku kian kental
menjadikanmu
tak bernyawa
Rumah Puisi
this blog for my poem, for people's poem and poem analysis...it is a place to explore our arts mind....
The Poem's Home
Welcome! words to express our body and minds....
Welcome to Home's Poem
Welcome to Home's Poem
Selasa, 13 Juli 2010
Senin, 17 Mei 2010
Karena Aku Perempuan
Karena aku perempuan
Tak boleh teriak di depan umum
Karena aku permpuan
Tak boleh bertingkah seperti lelaki
Karena aku perempuan
Tak boleh tertawa terbahak- bahak
Karena aku perempuan
Mereka menggodaku!
Karena aku perempuan
Mereka meneriaki aku lacur!
Karena aku perempuan
Aku menangis meringis
Karena aku perempuan
Tak sanggup menjadikanmu kekasihku
Karena aku perempuan
Tak bisa meminangmu jadi suamiku
Karena aku perempuan
Ku hanya bisa tertunduk
Andai aku lelaki!
'Kan kujadikan kau kekasihku
'Kan ku jadikan kau istriku
Tapi aku hanya perempuan,
Yang selalu menunggu jawaban
Hatimu ke hatiku
Karena aku Perempuan
Hanya mampu tersipu malu- malu
Dibalik gemericik hujan
Menghantarku padamu.
Antara Soppeng- Makassar (16-17/05/2010)
Pukul 18:30- 00:45 WITA
Kamis, 13 Mei 2010
Rintik - rintik Rindu
Gemericik alunan gendang
Menghantarkan kita ke peraduan
Dari kejauhan ku lihat wajahmu sayu
Ingin menghampiriku,tak kau lakukan
Ketika senja mulai melirik dari sinarnya
Perlahan ku dekati engkau sambil
Membawa seutas senyum,
Kau terbangun dengan mata elangmu
menarikku perlahan- lahan ke dadamu
Jantungmu beradu kencang,
Menghalaumu dari pandanganku
Tapi engkau tetap saja menarikku ke dadamu
Akhirnya ku menyerah saja
Mengikuti maumu yang kian mengaung
Tahukah kamu rintik- rintik rindu
Mengalir dari dadamu ke dadaku
Rintik- rintik rindu bernyanyi sendu
Menghantarku ke peraduanmu.
Makassar, 21 April 2010
09:45
Rindu . . .
Rindu . . .
Sebaris lengkungan dari bibir manismu
Yang membuat jantungku berdegup kencang
Rindu . . .
Ketika tak ada engkau disini
Disana engkau mengenangku dengan kidhmat
Rindu . . .
Dalam tidurmu terselip diriku
Yang kau simpan rapi dalam mimpi
Rindu . . .
Pagi hari dengan rintik hujan
Angin bersiul merdu, menyatukan rinduku rindumu
Makassar,
02/05/10
Sebaris lengkungan dari bibir manismu
Yang membuat jantungku berdegup kencang
Rindu . . .
Ketika tak ada engkau disini
Disana engkau mengenangku dengan kidhmat
Rindu . . .
Dalam tidurmu terselip diriku
Yang kau simpan rapi dalam mimpi
Rindu . . .
Pagi hari dengan rintik hujan
Angin bersiul merdu, menyatukan rinduku rindumu
Makassar,
02/05/10
Rindu Senja
Ada Senja dimatamu
beribu misteri tersimpan
lalu sang angin pun bernyanyi
mengisyaratkan yang telah lalu
sementara itu kulihat warna
semerah senja semerah darah
semerah dendam bertepi rindu
jua akhirnya,
rindu senja
di matamu
beribu misteri tersimpan
lalu sang angin pun bernyanyi
mengisyaratkan yang telah lalu
sementara itu kulihat warna
semerah senja semerah darah
semerah dendam bertepi rindu
jua akhirnya,
rindu senja
di matamu
Hikayat Ibu
Perempuan . . .
Yang sempurna lengkungan bibirnya
Dengan rambut tergerai panjang
Dengan baju merahnya
Duduk sambil tersedu- sedu
Rindu pada gadis ciliknya
Yang hanya dapat dikenang
Dalam tidurnya
Sambil tertatih- tatih
Titik- titik menganak
Dari matanya yang sendu
Tuk katakana “putriku sayang”
Sandarkan Aku Dibahumu
29/03/10
Aku melihat selaksa dimatamu yang berpelangi
Duduk di bangku itu beraromakan cahaya lampu temerang
Seolah engkau ingin menghentikan langkahku
Yang berjalan sambil lari- lari kecil.
Aku menahan tangis di pelupuk
Membendungnya dengan sempurna
Membendung air terjun selama puluhan tahun
Aku tersadar bahwa aku dalam mimpi yang begitu panjang
Berjalan sambil berlari, menghalau masa itu
Aku baru tersadar bahwa diriku
Hidup dalam balas dendam
Yang membuncah, tak kasat mata membunuh hatiku
Setiap masa punya aromanya masing-masing
Dan kukenang dalam diamku, dalam sepiku
Dalam wangi angin yang menghambur
Menghantarkan rohku padamu
Demi masa,
Rinduku kutitip melului titisan hujan
dan rembulan sempurna pada masanya,
sandarkan aku dibahumu meski untuk terakhir kali.
Langganan:
Postingan (Atom)